
ASPOST.ID– Masyarakat Aceh hampir setiap tahun menerima muslim Rohingya yang terdampar di perairan Aceh. Mereka adalah Etnis Rohingya yang tertindas dan terus mencari suaka politik atau kamp penampungan.
Namun mereka selalu terdampar ke Aceh. Seperti ke perairan Lhokseumawe, Aceh Utara, Bireuen, Aceh Timur dan daerah lainnya. Mungkin, Aceh adalah satu-satunya yang menerima mereka dan menampung sementara sebelum dideprotasi.
Terkait penanganan 99 pengungsi Rohingya yang terdampar di perairan Seunuddon, Aceh Utara, pada Rabu (24/6) lalu. Kemudian, kapal etnis Rohingya itu ditarik oleh TNI/Polri serta Tim SAR dari perairan Seunuddon menuju ke perairan Syamtalira Bayu, untuk diturunkan.
Setiba di perairan Syamtalira Bayu tidak ada keputusan pasti dari Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menurunkan mereka kedaratan pada Kamis (25/6) lalu. Akibatnya, jelang siang hari warga Lancok Bayu mengamuk dan menurunkan paksa warga Rohingya ke darat. Upaya penurunan muslim Rohingya dari kapal berhasil dilakukan oleh warga nelayan Lancok sekira pukul 16.00 sore saat petir menggelegar. Hal itu dilakukan supaya mereka terlindungi dan untuk diberikan makanan.
Muspida Aceh Utara bersama pihak terkait lainnya yang turun kelokasi mengambil keputusan untuk menampung mereka. Jelang Magrib, sejumlah truk mengangkut mereka dari Pantai Lancok menuju ke bekas Kantor Imigrasi Peunteut Lhokseumawe, untuk penampungan sementara. Kini, muslim Rohingya itu sudah tingggal di penampungan yang tidak layak selama 12 hari dari Kamis (25/6) lalu hingga Selasa (7/7).
Direncankan pada Jumat 10 Juli 2020, para warga Rohingya asal negara Myanmar itu akan menempati tempat penampungan baru yang lebih layak di gedung BLK aset Aceh Utara di Meunasah Me Kandang, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe.
Ketua Tim Satgas Penanganan Pengungsi Rohingya Lhokseumawe, Ridwan Jalil, mengemukkan, dalam penanganan Rohingya secara khusus sudah saatnya Aceh memiliki kantor perwakilan UNHCR di Lhokseumawe.
“United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) merupakan sebuah badan dibawah PBB untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada pengungsi. Kemudian mendampingi para pengungsi dalam proses pemindahan tempat menetap mereka ke tempat yang baru,”kata Ketua Tim Satgas Penanganan Pengungsi Rohingya Lhokseumawe, Ridwan Jalil, seperti dilansir Rakyat Aceh.
Ia juga mengatakan, pengalaman dalam lima tahun terakhir ini Aceh menjadi sasaran dari pengungsi Banglades dan Rohingya asal Myanmar. “Tahun ini 99 warga etnis Rohingya juga terdampar ke Aceh, saya kira sudah saatnya PBB untuk mendirikan kantor perwakilan UNHCR Aceh di Lhokseumawe, karena selama ini kita belum ada,”ungkap Ridwan Jalil yang juga Kepala Dinas Sosial Kota Lhokseumawe.
Sebutnya, selama lembaga itu tidak ada maka sifatnya temporer ketika kita butuhkan baru ada perwakilan staf UNCHR datang ke Lhokseumawe. Hal itu sudah sesuai dengan Kepres No 125 Tahun 2016, sehinggga mutlak tanggungjawab UNHCR untuk menangani pengungsi seperti Rohingya.
“Tugas mereka dari pertama saat penampungan sampai di deprotasi ke negara ketiga. Indonesia atau Aceh hanya negara penampungan kedua. Tujuan mereka negara ketiga sebagai tempat penampungan rohingya yang akan difasilitasi oleh UNCHR,”ucapnya. (asp)