ASPOST.ID- Di tengah meningkatnya ketegangan sosial di berbagai wilayah Indonesia, Lhokseumawe justru menghadirkan wajah berbeda dari sebuah demonstrasi.
Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pasee menggelar unjuk rasa damai dan tertib di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Lhokseumawe, Senin (1/9).
Dalam aksi yang menyita perhatian publik dan dipuji sebagai salah satu demonstrasi paling tertib di tanah air tahun ini, massa menyuarakan delapan tuntutan penting kepada pemerintah pusat dan daerah. Aksi tersebut langsung direspons oleh jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang turun ke jalan menemui mahasiswa.

Turut hadir dalam dialog terbuka tersebut, Wali Kota Lhokseumawe Dr. Sayuti Abubakar, SH., MH, Kapolres Lhokseumawe AKBP Dr. Ahzan, Ketua DPRK Lhokseumawe Faisal beserta anggota dewan, Dandim 0103/Aceh Utara Letkol Arh Jamal Dani Arifin, serta Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran.
Yang menarik, para pimpinan daerah tidak hanya hadir, namun juga duduk bersila bersama mahasiswa di jalanan depan gedung DPRK, mendengarkan langsung aspirasi yang disampaikan.
Ketegangan Singkat, Aksi Tetap Damai
Meski sempat terjadi ketegangan saat sejumlah mahasiswa meminta agar pengamanan oleh personel TNI ditarik mundur, aksi tetap berlangsung damai tanpa insiden. Seruan itu disampaikan oleh salah satu orator sebagai bentuk penegasan bahwa aksi tersebut murni bertujuan menyampaikan aspirasi secara konstitusional dan bukan tindakan anarkistis.

“Tolong TNI dikembalikan ke barak. Kami ke sini bukan untuk membuat kerusuhan, tapi untuk menyampaikan suara rakyat,” teriak seorang orator menggunakan pengeras suara.
Personel TNI yang berada di lokasi sempat bertahan, namun akhirnya mundur atas desakan massa untuk menjaga kondusifitas aksi.
Ketegangan lain sempat muncul ketika para orator memaksa masuk ke halaman DPRK. Awalnya, pihak keamanan dan pimpinan daerah tak memberikan izin dengan alasan keamanan. Setelah diskusi intensif antara mahasiswa, Kapolres, Wali Kota, dan Ketua DPRK, akhirnya diputuskan bahwa hanya mahasiswa yang mengenakan jas almamater dan tidak membawa tas yang boleh masuk untuk penandatanganan petisi.

Namun, demi menjaga kebersamaan massa, para mahasiswa memilih tetap berada di luar dan menandatangani petisi bersama pimpinan daerah di jalan depan gedung DPRK. Ketua DPRK Faisal membacakan langsung delapan tuntutan di hadapan massa sebelum membubuhkan tanda tangan bersama Wali Kota Sayuti Abubakar lengkap dengan cap resmi lembaga.
Delapan Tuntutan Mahasiswa dan Masyarakat Pasee

Berikut adalah delapan poin tuntutan yang disuarakan oleh mahasiswa:
*Mendesak reformasi menyeluruh di tubuh Polri dan pencopotan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
*Menolak pengesahan RKUHP yang dinilai membungkam kebebasan sipil.
*Menolak pembentukan lima batalyon TNI tambahan yang dianggap dapat mengancam demokrasi.
*Menghentikan kriminalisasi terhadap insan pers.
*Menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Lhokseumawe.
*Menolak kenaikan tunjangan anggota DPR RI.
*Mengecam pemutaran film sejarah versi Kementerian Pendidikan yang dinilai menyimpang dari fakta sejarah, terutama oleh Menteri Fadli Zon.
*Mendesak Pemerintah Aceh segera mencairkan bonus atlet yang hingga kini belum disalurkan.

Aksi Damai Jadi Preseden Positif Nasional
Aksi ini tidak hanya menjadi ekspresi kekecewaan, tetapi juga menunjukkan bagaimana demonstrasi bisa dilakukan secara santun, terbuka, dan tetap berdampak. Di saat banyak kota menghadapi aksi yang berujung ricuh, Lhokseumawe memberikan contoh bahwa mahasiswa dan masyarakat sipil tetap bisa menjadi penggerak perubahan melalui cara-cara bermartabat.
Dengan partisipasi ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Lhokseumawe dan Aceh Utara, unjuk rasa ini memperkuat posisi mahasiswa sebagai penjaga moral bangsa dan kontrol sosial terhadap jalannya pemerintahan baik di tingkat lokal maupun nasional.(asp)

