ASPOST.ID- Komunitas Komunikasi dan Informasi Rakyat (K2IR) Aceh mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan kebijakan penggratisan biaya listrik dan layanan Wi-Fi bagi jutaan warga yang terdampak banjir dan longsor di tiga provinsi. Yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Seruan ini disampaikan oleh Divisi Humas K2IR Aceh, Yuswal, dalam keterangannya kepada aspost.id, pada Minggu, 7 Desember 2025.
Yuswal menjelaskan bahwa kebijakan pembebasan biaya tersebut harus dibagi menjadi dua kategori: pertama, untuk warga yang rumahnya hancur atau hilang akibat banjir bandang pada Kamis, 26 November 2025 dan kedua, untuk warga yang rumahnya terendam banjir dalam waktu beberapa hari pada akhir November 2025. Keduanya, menurut K2IR, berhak mendapatkan pembebasan tagihan listrik dan Wi-Fi untuk bulan Desember 2025.
“Dalam situasi bencana seperti ini, negara harus hadir untuk meringankan beban warga. Pembebasan biaya listrik dan Wi-Fi menjadi bagian penting dalam memastikan kebutuhan dasar mereka tetap terpenuhi,” ujar Yuswal.
Lebih lanjut, Yuswal juga menyoroti bahwa bencana banjir dan longsor yang melanda tiga provinsi ini bukan hanya dipicu oleh curah hujan ekstrem yang terjadi dalam beberapa hari terakhir, tetapi juga oleh kerusakan hutan yang signifikan. Hasil pemantauan udara menunjukkan bahwa banyak kawasan hutan yang telah gundul, yang seharusnya berfungsi untuk menahan air hujan.
“Kerusakan hutan ini memperburuk situasi dan mempercepat terjadinya bencana. Kami mendesak agar aparat penegak hukum menindak tegas para pelaku perambahan hutan yang turut menyebabkan bencana ini,”tegasnya.
K2IR juga mengkritik lambannya respons pemerintah dalam menghadapi bencana. Meski Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya sudah mengeluarkan peringatan terkait cuaca ekstrem dan potensi angin siklon, namun langkah antisipasi dari pemerintah dinilai tidak maksimal.
“Seharusnya negara hadir lebih awal dengan melakukan langkah-langkah pencegahan seperti menyiapkan titik pengungsian, mengaktifkan dapur umum, dan melakukan evakuasi lebih cepat. Sayangnya, penanganan baru dimulai setelah status bencana daerah ditetapkan,” ungkap Yuswal.
Ia juga menyoroti kurangnya tindak lanjut terhadap laporan potensi banjir dari pengelola pintu air waduk dan bendungan di wilayah tersebut. “Jika laporan tentang kenaikan volume air yang mencapai batas kritis sudah diterima oleh Pemerintah Daerah, maka langkah antisipasi banyak korban jiwa bisa lebih dilakukan,” tambahnya.
Dalam konteks ini, K2IR berharap agar pemerintah segera mengupayakan kebijakan yang lebih cepat dan responsif untuk mengurangi dampak bencana di masa depan, serta memberikan bantuan yang lebih nyata kepada warga yang terdampak. (asp)
