Ada Sumur Tua Bernilai Sejarah di Mon Geudong Lhokseumawe

ASPOST.ID- Mon Geudong saat ini adalah nama sebuah kampung (desa) di Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.

Mon Geudong terdiri dari dua suku kata, yaitu: Mon; sumur dalam bahasa Aceh, sedangkan Geudong; adalah kata sifat dalam bahasa melayu untuk menyatakan sesuatu yang besar ukurannya.

Oleh karena itu, untuk sementara waktu dapat diasumsikan bahwa nama Gampong Mon Geudong mengacu pada landmark sebuah sumur besar pada zaman dahulu. Sumur tua ini berada dalam bangunan Masjid Syuhada Mon Geudong, terletak di lingkungan Laguna Teluk Samawi (Waduk Pusong saat ini).

Hasni Daud (lahir 1939), putri almarhum Tgk Imum Daud (Imum Chik Masjid Mon Geudong), yang dijumpai pada Kamis 15 Juli 2023, menjelaskan, sumur tersebut juga dikenal dengan nama Mon Peut Sagoe (sumur berbentuk kubus) diturap dengan bebatuan. Namun, nama lain yang ditemukan di papan informasi di lokasi itu berbunyi “Mon Rayeuk”, artinya sumur besar.

Dikutip dari media sosial (Medsos) Facebook Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa Aceh), sumur Mon Geudong merupakan sebuah sumur berbentuk kubus memiliki luas ± 2,5 x 2,5 meter berkontruksi batu-bata dengan pondasi batu-batu besar pada bagian dasar sumurnya.

Dari ciri-ciri fisik yang masih dapat diamati hingga saat ini, sumur “Mon Geudong” dapat dikategorikan sebagai peninggalan sejarah di bentang alam pulau Lhokseumawe (Kecamatan Banda Sakti, saat ini) yang dapat dikategorikan sebagai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB).

Keberadaan sumur ini, sampai sekarang masih digunakan untuk aktivitas kemasjidan. Pengamatan dilakukan pada Kamis, 15 Juni 2023.

Sebuah sketsa peta yang dibuat oleh kapten laut George French berjudul Sketch of the Coast of Sumatra From Point Pedro to Passeir pada 1784 & 5, muncul simbol yang diperkirakan berada di daratan kawasan laguna Teluk Samawi ditandai dengan nama “Water Well” yaitu air sumur, dan disebelahnya “Bazar” yang kami yakini sebagai Peukan Tuha Kandang. Namun, peta ini tidak dapat memastikan bahwa sumur itu berada di Mon Geudong. (lihat gambar peta).

Selanjutnya, informasi lain dapat diamati dalam peta yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau, 1899, versi digital diterbitkan oleh Universitaire Bibliotheken Leiden, berjudul “Kaart van de terreinen in Peusangan, Lho Seumawe, Geudong en Keureutoë”, peta ini hanya memuat simbol Masjid Mon Geudong tanpa memuat keterangan keberadaan sumur, tetapi kami meyakini sumur tersebut sudah menjadi bagian dari fasilitas kemasjidan saat itu. (lihat gambar peta).

Pada tahapan awal, usaha untuk menyingkap tabir situs sumur Mon Geudong telah saya lakukan dibantu oleh tim aktifis kebudayaan Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa Aceh) yang berdomisili di Lhokseumawe dengan beberapa langkah metodologi ilmiah:

  1. Pengamatan secara langsung.
  2. Menggali dan menghimpun rekaman kolektif masyarakat dengan cara wawancara dengan saksi hidup warga gampong Mon Geudong dan Lhokseumawe.
  3. Mecari kajian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu: era kolonial Balanda, peneliti lokal Aceh, atau Indonesia.
  4. Menjelajahi arsip dan perpustakaan asing yang berkonsentrasi pada bangsa-bangsa yang pernah berinteraksi dengan Aceh dan Lhokseumawe, misalnya: Nationaal Archief Nederland (Belanda), National Library of Australia, Biblioteca Nacional De España (Spanyol), Arquivo Nacional Torre do Tombo (Portugal), dan beberapa pustaka universitas internasional lainnya.

Tentunya, langkah yang telah kami lalui belum membuahkan hasil yang berarti sehingga narasi sejarah sumur Mon Geudong belum dapat kami pertanggungjawabkan sesuai kaidah ilmiah. Untuk sementara ini saya dan tim hanya dapat memberi gambar-gambar untuk dinikmati, diambil oleh Irfan M Nur pada tanggal 15 Juni 2023.

Sebenarnya, ada langkah yang belum kami lakukan, yaitu: Menemukan catatan dalam manuskrip atau naskah tua lokal terkait sumur Mon Geudong dan masjidnya!. Langkah ini tidak dapat dipilih saat ini karena membutuhkan dukungan sumber daya finansial yang mapan. Namun, langkah ini dapat dengan mudah dilakukan tanpa menunggu dukungan keuangan jika, Aceh memiliki sumber daya pengelolaan arsip perpustakaan online yang dapat diakses oleh masyarakat umum untuk buku-buku sejarah dan naskah tua (manuskrip). Mohon dimaklumi untuk keterbatasan ini.

Pada titik ini, banyak pertanyaan yang belum terjawab, namun siapa sangka ada dari pembaca dapat menjawab sesuai dengan prinsip ilmiah.

  1. Kapan dan siapa yang membangun sumur Mon Geudong?
  2. Mengapa sumur Mon Geudong dibangun, apa tujuan dan manfaatnya?
  3. Apa saja masalah etika atau kontroversi seputar situs sumur Mon Geudong? Mengingat keberadaan situs tersebut berada dalam bangunan masjid saat ini yang sudah ditutup.
  4. Apa saja manfaat atau dampak situs sumur Mon Geudong bagi pariwisata, pendidikan, atau kebudayaan? Jawabannya mudah jika tiga pertanyaan diatas bisa dijawab dengan tepat. (asp)

Bandar Teluk Samawi, 26 Dzulqa’dah, 1444
Oleh Nanda Al Bintang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here