ASPOST.ID – Menteri Sosial Tri Rismaharini pada tanggal 15 September 2021 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos) No. 92/HUK/2021 Tentang Penetapan PBI JKN Tahun 2021 untuk BPJS Kesehatan.
Risma menetapkan kepesertaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) 2021 sejumlah 87 juta jiwa. Peserta PBI JKN tersebut terdiri dari 74 juta jiwa berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos, dan 12,6 juta jiwa dari data lanjutan verifikasi pemerintah daerah (pemda).
Data lanjutan verifikasi pemda ini dapat berpotensi menurunkan total jumlah PBI JKN lagi, bila ternyata saat verifikasi data menemukan warga sudah meninggal, pindah segmen, atau data ganda.
Saat ini jumlah peserta PBI JKN per 1 September 2021 sebanyak 96,1 juta jiwa, dari kuota yang dibiayai APBN sebanyak 96,8 juta jiwa (tercantum dalam nota keuangan RAPBN 2021 dan 2022). Yang artinya Presiden dan Menteri Keuangan sudah menetapkan bahwa kepesertaan PBI JKN tidak mengalami perubahan untuk tahun 2022.
Melihat selisih jumlah peserta PBI JKN per 1 September 2021 dengan jumlah PBI JKN berdasarkan Kepmensos, maka kemudian terdapat sekitar 9 juta jiwa warga miskin yang dihapus dari penerima bantuan iuran kesehatan oleh pemerintah.
“INFID dan BPJS Watch mendesak dan meminta pemerintah untuk tidak berhenti mendukung kelompok warga miskin dan tidak mampu, untuk memiliki jaminan kesehatan, karena tugas negara untuk hadir dan melindungi warganya,” ungkap Siaran Pers INFID dan BPJS Watch dikutip Jumat (15/10/2021).
Kementerian Sosial menghapus hampir 9 juta warga miskin dari daftar Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN). “Padahal, pandemi COVID-19 jelas menambah jumlah warga miskin akibat meningkatnya angka pengangguran dan matinya banyak usaha kecil dan menengah.”
Keputusan ini menurut kedua lembaga tersebut membuat masyarakat sudah jatuh, tertimpa tangga.
“Jaminan kesehatan adalah hak dasar yang dijamin UUD 1945, dan kemudian dimandatkan kepada pemerintah. Oleh karenanya BPJS Watch menolak kehadiran Kepmensos No. 92 Tahun 2021 yang menghapus 9 juta warga penerima bantuan iuran BPJS kesehatan. Justru seharusnya bantuan iuran kesehatan dalam tahun kedepan perlu diperluas karena kita tahu pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan jumlah warga miskin dan pengangguran,” ungkap Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch.
Sementara, Bona Tua, Senior Program Officer SDGs INFID menyampaikan Kemensos dan BPJS Kesehatan harus membuka data 9 juta warga miskin yang dihapus dari bantuan kesehatan dengan by name by address, atau minimal berdasarkan wilayah, gender, usia atau pendapatan dan pekerjaan.
“Efisiensi realokasi anggaran APBN hingga 4,5 triliun dari penghapusan 9 juta PBI JKN juga harus dilakukan terbuka dan diperuntukkan manfaatnya bagi warga miskin dan pengangguran,” katanya.
Ekonom Senior Faisal Basri menyayangkan adanya kebijakan penghapusan tersebut. Apalagi bila dana APBN kemudian digunakan untuk pelaksanaan proyek infrastruktur seperti kereta cepat.
“Kereta cepat mau pakai silpa tahun lalu, gila gak? Silpa tahun lalu dipakai untuk pembangunan kereta cepat, tapi untuk rakyat 9 juta sekian yang dapat JKN dihapus oleh bu Risma (Menteri Sosial). Jadi ayo kita bicara realistis dan konsisten,” jelas Faisal.
Diketahui beberapa waktu lalu Menteri Sosial Tri Rismaharini (Risma) sudah mengemukakan, penghapusan 9 juta orang dari daftar penerima PBI JK Tahun 2021 setelah adanya pencocokan data dengan Dukcapil Kemendagri.
Terdiri dari data 434.835 orang meninggal, lalu data ganda sebanyak 2.584.495, dan data mutasi sebanyak 833.624. Selanjutnya, ditemukan data non-DTKS yang tidak padan Dukcapil sebanyak 5.882. 243.
“Ya kalau meninggal tak masukkan ya salah itu malahan. Jadi ini tadi kan meninggal, yang keluar meninggal terus ganda, terus ganda tak masukkan aku salah, ngapain?,” terang Risma. (asp)
sumber : CNBC Indonesia