ASPOST.ID- PT. Pembangunan Aceh (PEMA) sepertinya tidak melibatkan Aceh Utara, dalam melakukan pengelolaan Blok B. Mereka malah mengandengkan PT Pembangunan Lhokseumawe (PTPL). Padahal Blok B itu berada dalam Wilayah Kerja (WK) Kabupaten Aceh Utara, yang berpenduduk 600 ribu jiwa lebih.
“Kami sampaikan kepada PT Pembangunan Aceh, jangan coba-coba untuk kelola Blok B jika Aceh Utara sebagai kabupaten penghasil tidak dilibatkan dalam pengelolaannya,”tegas Wakil Ketua I Tim Migas Aceh Utara, Arafat yang juga Ketua DPRK Aceh Utara, didampingi Yusuf Ismail Pase, SH,.MH selaku Wakil Ketua II Tim Migas Aceh Utara, Razali anggota tim (Ketua Komisi III DPRK), Azman Hasballah anggota tim (Dirut PD Pase Energi) dan Dr. Ibrahim Qamarius anggota tim (Pakar Manajemen, Ekonomi dan Bisnis Unimal), kepada Rakyat Aceh, Selasa (20/10).
Ia mengatakan, PEMA jangan pernah mempermainkan Kabupaten Aceh Utara tanpa dilibatkan Perusahaan Daerah Pase Energi (PDPE) dan penyertaan modal untuk mengelola Blok B. “ Saya yakin kalau Aceh Utara tidak dilibatkan maka mereka tidak bisa bekerja dan ini bukan ancaman ya, tapi lihat saja nanti. Cukuplah masa kelam Aceh Utara sebagai penghasil Migas yang dianak tirikan oleh pusat,” katanya.
Sementara itu, Yusuf Ismail Pase, SH,.MH selaku Wakil Ketua II Tim Migas Aceh Utara, menyebutkan, pihaknya akan melakukan negosiasi bersama PT PEMA dengan tiga tuntutan. Pertama, Aceh Utara harus menjadi operator, kedua kerjasama juga siap dan ketiga Aceh Utara siap kelola secara full Blok B tersebut.
“Jadi terserah kepada PT PEMA memilih opsi yang mana, PEMA itu harus perhatikan Aceh Utara sebagai daerah penghasil Migas,”ucapnya, seraya menambahkan, dalam peraturan tidak perlu dengan PT, tapi cukup dengan Perusahaan Daerah (PD) saja sudah bisa untuk mengelola, yang penting modal penuh dari Pemerintah Aceh Utara.
Kata dia, dalam peraturan itu sepanjang ada Perusahaan Daerah (PD) mayoritas 100 persen saham dipegang oleh Pemda Aceh Utara sudah dapat mengelola Blok B tersebut. “Saya sudah baca peraturannya, perlu kita ketahui bersama ada tiga peraturan yang ada dalam Migas itu, yakni PP Nomor 23 tahun 2015, Peraturan Menteri ESDM tentang Partisipasi Interest, dan tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Jadi tidak perlu PT dan cukup badan usaha yang dimiliki saham 100 persen dari Pemkab Aceh Utara,”ungkapnya.
Selain itu, lanjut Ismail, kalau dilihat dari Peraturan Pemrintah (PP) Nomor 23 tahun 2015, dalam pengelolaan Migas justru antara pusat dengan provinsi dan tidak melibatkan daerah. “Seharusnya dengan PP itu, gubernur Aceh dapat membuat aturan turunan apakah itu qanun atau peraturan gubernur (Pergub) dengan daerah penghasil, sehingga daerah penghasil tidak selalu dirugikan,”ucapnya.
Menurut dia, Aceh Utara sudah trauma dengan tidak dilibatkan selama 35 tahun lalu dalam pengelolaan Migas. “Sekarang saya menilai mau dimainkan lagi politik pusat dengan provinsi. Buktinya kan sampai saat ini Aceh Utara dan Perusahaan Daerah Pase Energi tidak pernah diundang atau dipanggil oleh PT PEMA di Banda Aceh,”cetusnya.
Dalam kesempatan yang sama, Azman Hasballah anggota tim Migas Aceh Utara yang juga Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah Pase Energi (PDPE) Aceh Utara, menyatakan, untuk mengelola WK Blok B itu pihaknya tidak pernah dilibatkan oleh PT PEMA.
“Anehnya, PEMA hanya mengandeng PT Pembangunan Lhokseumawe (PTPL) sebagai anak perusahaan dalam pengelolaan Blok B dengan saham 1 persen. Jadi ini PEMA sengaja menciptakan konflik baru dengan Kabupaten Aceh Utara,”tegasnya. Sedangkan, PT Pembangunan Lhokseumawe tidak ada hubungan apapun dengan WK Blok B, sehingga masyarakat dan Pemkab Aceh Utra merasa diadu dombakan oleh PT PEMA.
Kata dia, selama ini Bupati Aceh Utara sudah berulang kali melayangkan surat kepada PT PEMA agar dalam mengelola Blok B bisa dilibatkan PDPE Aceh Utara sebagai Perusahaan Usaha Milik Daerah (BUMD). Namun, pihak PT PEMA tidak pernah merespon surat yang pernah dilayangkan oleh orang nomor satu di Aceh Utara itu.
Menurut dia, PT PEMA sepertinya sengaja tidak mau melibatkan Aceh Utara dalam pengelolaan Blok B, karena hanya diberikan nilai saham 1 persen dan pasti Aceh Utara tidak mau. “Itu prediksi saya, tapi seharusnya dikomunikasi terlebih dahulu atau diundang kita untuk membicarakan pengelolaan Blok B demi Aceh Utara dan Aceh kedepan,”cetusnya, seperti dilansir harianrakyataceh. (asp)