ASPOST.ID- BEM Fakultas Hukum UNIMAL meminta PN Banda Aceh, agar dapat memberikan vonis bebas terhadap Saiful Mahdi, selaku dosen FMIPA Unsyiah. Ia dilaporkan karena mengkritik seleksi CPNS Dosen di lingkungan Fakultas Teknik Unsyiah.
Beberapa bulan yang lalu telah terjadi sebuah polemik di Universitas Syiah Kuala yang kemudian sampai menyeret salah satu dosen FMIPA Unsyiah atas nama Saiful Mahdi ke ranah hukum
Demikian disampaikan Muhammad Fadli selaku Ketua BEM FH UNIMAL. Ia mengatakan, kronologis kejadiannya secara umum adalah Saiful Mahdi mengkritik tata cara penerimaan CPNS Dosen di lingkup Fakultas Teknik melalui grup WhatsApp Unsyiah yang berisi para dosen lintas fakultas.
Saiful Mahdi melihat ada yang janggal dan tidak sesuai dengan ilmu statistik yang memang ditekuni oleh Saiful Mahdi.
Dengan kalimat yang general yaitu tidak menyerang pribadi seseorang hanya menyebutkan “matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes CPNS kemarin,bukti determinisme teknik itu sangat mudah di korup ? “
Kemudian setelah Saiful Mahdi mengkritik hal tersebut Dekan Fakultas Teknik Unsyiah melaporkan Saiful Mahdi ke Polresta Banda Aceh atas dugaan pencemaran nama baik. Kemudian Saiful Mahdi di tetapkan sebagai tersangka atas Pasal 27 Ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 Tentang UU ITE
Muhammad Fadli juga menyampaikan, setelah pihaknya mempelajari dan menganalisis kasus tersebut. Seharusnya para pimpinan birokrasi atau pimpinan fakultas di seluruh Indonesia. Khususnya, di Unsyiah tempat kasus tersebut terjadi tidak sensitif terhadap kritikan-kritikan konstruktif yang bisa memperbaiki Lembaga tersebut untuk menjadi lebih baik.
“Jadi ini pun yang terjadi di dunia akademisi yaitu kampus.
Seharusnya, kampus adalah tempat yang paling merdeka dalam menyampaikan pendapat dan gagasan,bukan malah sebaliknya,”katanya.
Menurut dia, kasus yang menimpa pak Saiful Mahdi menjadi salah satu contoh bahwa demokrasi di Indonesia benar-benar telah terdegradasi.
Saat ini pak saiful Mahdi telah menjalani persidangan pertama di PN Banda Aceh dengan dakwaan beliau dianggap melanggar Pasal 27 Ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 Tentang UU ITE.
“Kami meminta para majelis hakim yang terhormat untuk melihat kasus ini secara menyeluruh dan meluas demi menjaga iklim kebebasan dalam dunia akademik,”pintanya. Mereka juga berharap kepada majelis Hakim untuk bisa memvonis bebas pak Saiful Mahdi dengan beberapa alasan.
- Mahkamah konstitusi sebagai Guardian’s of constitution dan interpriter of constitution telah mengeluarkan putusan No. 50/PUU-VI/2008 terhadap Pasal 27 Ayat (3) tersebut bahwasanya baru bisa dipidana Menurut pasal tersebut apabila menyerang kehormatan pribadi seseorang,namun pak Saiful Mahdi mengkritik dan bertanya secara General.
- Kebebasan berpendapat dan menyampaikan gagasan juga telah di jamin oleh konstitusi Yaitu di dalam Pasal 28e Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi ” setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,dan mengeluarkan pendapat” Yang kemudian di perkuat oleh UU organik nya Yaitu Pasal 23 Ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM.
- Kemudian seharusnya kampus harus menjadi tempat paling merdeka dalam menyampaikan pendapat atau gagasan karna itu pun di atur secara spesifik di dalam UU No. 12 Tahun 2012 Tentang perguruan tinggi yaitu mengatur beberapa pasal tentang kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik,dan otonomi keilmuan.
- pak Saiful Mahdi mengkritik dan bertanya di grup tersebut karna sesuai dengan bidang keilmuan dia yaitu ilmu statistik.
- Seharusnya kasus tersebut diselesaikan di tingkat internal terlebih dahulu yaitu oleh rektor universitas Syiah Kuala untuk membentuk panitia ad hoc untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut karna pada prinsipnya hukum pidana adalah sebagai ultimatum remedium (Upaya terakhir dalam penyelesaian masalah) bukan sebagai premium remedium (Upaya pertama dalam penyelesaian masalah).
Atas beberapa alasan tersebut, pihaknya dari BEM FH UNIMAL meminta hakim yang terhormat untuk bisa memvonis bebas pak Saiful Mahdi.
Selain itu, mereka juga berharap kawan-kawan mahasiswa yang ada di Aceh, khususnya yang ada di Banda Aceh untuk bisa melihat dan mengadvokasi kasus ini.
Karena membelengguan terhadap kebebasan berpendapat adalah bagian dari pengkhianatan demokrasi dan pengkhianatan terhadap konstitusi.
“Mungkin hari ini pak Saiful Mahdi yang menjadi korban beringasnya kekuasaan, bisa jadi suatu saat nanti kita mahasiswa yang merasakan hal tersebut,”imbuhnya.
Tambah Ketua BEM Fakultas Hukum ini, siapapun kita harus sepakat Bahwa Indonesia adalah Negara hukum bukan Negara kekuasaan dan kebebasan berpendapat dan menyampaikan gagasan merupakan Hak asasi manusia yang sangat fundamental. (aspost/rel)